BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dahulu, selama berabad-abad, campak ( rubeola, morbili ), merupakan penyakit
menular masa kanak-kanak yang paling umum. Walaupun campak tidak umum lagi di
Negara yang memberikan vaksin secara luas, tetapi ketimpangan antara Negara
maju dan Negara lain yang kurang perawatan kesehatan untuk bayi dan anak sangat
mencolok. UNICEF memperkirakan lebih dari 1 juta kematian setahun disebabkan
oleh campak dan komplikasinya pada anak di Negara berkembang di seluruh dunia.
Menurut data SKRT ( 1996 ) insiden campak pada balita sebesar 528/10.000.
angka tersebut jauh lebih rendah disbanding tahun 1982 sebelum program
imunisasi campak dimulai, yaitu 8000/10.000 pada anak umur 1-15 tahun.
Imunisasi merupakan salah satu upaya terbaik untuk menurunkan insiden campak.
Sebagai dampak program imunisasi tersebut insiden campak cenderung turun pada
ssemua umur. Pada bayi ( < 1 tahun ) dan anak umur 1-4 tahun terjadi
penurunan cukup tajam, sedangkan pada golongan umur 5-14 tahun relative landai.
Saat ini programpemberantasan penyakit campak dalam tahap reduksi yaitu
penurunan jumlah kasus dan kematian akibat campak, menyusul tahap eliminasi dan
akhirnya tahap eradikasi. Diharapkan 10-15 tahun setelah tahap eliminasi,
penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya penjamunya adalah
manusia.
Makalah ini akan membahas lebih jauh penyakit campak, manifestasi klinis dan
pemeriksaan penunjang, komplikasi penyakit campak, serta asuhan keperawatan
dari penyakit campak itu sendiri.
B. Tujuan penulisan
1. Tujuan Umum
a.
Mahasiswa dapat memberikan asuhan keperawatan pada anak dengan diagnosa
medis campak.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa
mengetahui pengkajian pada pasien campak.
b. Mahasiwa
mengetahui diagnosa yang muncul pada pasien campak.
c. Mahasiswa
mengetahui intervensi yang dapat diberikan pada pasien campak.
d.
Mahasiswa dapat melakukan implementasi sesuai intervensi yang telah dibuat
pada pasien campak.
e. Mahasiswa
dapat mengevaluasi pasien campak.
BAB II
Pembahasan
A. Anatomi fisiologi
1. Anatomi kulit.
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh, merupakan
organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16 % berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 –
3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi
mulai 0,5 mm sampai 6 mm tergantung dari letak, umur dan jenis kelamin. Kulit
tipis terletak pada kelopak mata, penis, labium minus dan kulit bagian medial
lengan atas. Sedangkan kulit tebal terdapat pada telapak tangan, telapak kaki,
punggung, bahu dan bokong.
Secara
embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel berasal dari ectoderm sedangkan lapisan dalam
yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang merupakan suatu
lapisan jaringan ikat.
a. Epidermis
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis adalah lapisan luar kulit yang tipis dan avaskuler. Terdiri dari epitel berlapis gepeng bertanduk, mengandung sel melanosit, Langerhans dan merkel. Tebal epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar 5 % dari seluruh ketebalan kulit. Terjadi regenerasi setiap 4-6 minggu.
Epidermis terdiri atas lima lapisan
(dari lapisan yang paling atas sampai yang terdalam) :
1. Stratum
Korneum. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas dan berganti.
2. Stratum
Lusidum Berupa garis translusen, biasanya terdapat pada kulit tebal telapak
kaki dan telapak tangan. Tidak tampak pada kulit tipis.
3. Stratum
GranulosumDitandai oleh 3-5 lapis sel polygonal gepeng yang intinya ditengah
dan sitoplasma terisi oleh granula basofilik kasar yang dinamakan granula
keratohialin yang mengandung protein kaya akan histidin. Terdapat sel
Langerhans.
4. Stratum
Spinosum. Terdapat berkas-berkas filament yang dinamakan tonofibril, dianggap
filamen-filamen tersebut memegang peranan penting untuk mempertahankan kohesi
sel dan melindungi terhadap efek abrasi. Epidermis pada tempat yang terus
mengalami gesekan dan tekanan mempunyai stratum spinosum dengan lebih banyak
tonofibril. Stratum basale dan stratum spinosum disebut sebagai lapisan
Malfigi. Terdapat sel Langerhans.
5. Stratum Basale
(Stratum Germinativum). Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung
jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui
setiap 28 hari untuk migrasi ke permukaan, hal ini tergantung letak, usia dan
faktor lain. Merupakan satu lapis sel yang mengandung
melanosit.
Fungsi
Epidermis : Proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin,
pembelahan dan mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen
(sel Langerhans).
b. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai “True Skin”. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm.
Dermis terdiri dari dua lapisan :
1. Lapisan papiler; tipis mengandung jaringan ikat jarang.
2. Lapisan retikuler; tebal terdiri dari jaringan
ikat padat.
Serabut-serabut kolagen menebal dan sintesa kolagen berkurang dengan
bertambahnya usia. Serabut elastin jumlahnya terus meningkat dan menebal,
kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari fetus sampai
dewasa. Pada usia lanjut kolagen saling bersilangan dalam jumlah besar dan
serabut elastin berkurang menyebabkan kulit terjadi kehilangan kelemasannya dan
tampak mempunyai banyak keriput.
Dermis mempunyai banyak jaringan pembuluh darah. Dermis juga mengandung
beberapa derivat epidermis yaitu folikel rambut, kelenjar sebasea dan kelenjar
keringat. Kualitas kulit tergantung banyak tidaknya derivat epidermis di dalam
dermis.
Fungsi Dermis : struktur
penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan
respon inflamasi
c. Subkutis
Merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis
yang terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan
ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu.
Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.
Fungsi Subkutis / hipodermis : melekat ke struktur dasar, isolasi panas,
cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber.
Gambar 1 : penampang kulit.
|
2. Vaskularisasi Kulit
Arteri yang memberi nutrisi pada kulit membentuk pleksus terletak antara
lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara dermis dan jaringan
subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi papilla dermis,
tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena. Pada
epidermis tidak terdapat pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis
melalui membran epidermis
3. Fisiologi Kulit
Kulit merupakan organ yang berfungsi
sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah memungkinkan bertahan dalam
berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi, mengontrol suhu tubuh
(termoregulasi), sensasi, eskresi dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit,
trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme
patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu fungsi kulit dalam
merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran saraf seperti pada daerah
bibir, puting dan ujung jari. Kulit berperan
pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses keseimbangan
melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan mukosa bukal.
Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi pembuluh darah kulit.
Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi pembuluh darah, kemudian tubuh
akan mengurangi temperatur dengan melepas panas dari kulit dengan cara mengirim
sinyal kimia yang dapat meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur
yang menurun, pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas.
B. Definisi
a. Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk
mukolo papular selama tiga hari atau lebih yang disertai panas 380c
ata lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek, dan mata merah. ( WHO )
b. Campak adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan
tiga stadium yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi. (
ilmu kesehatan anak 2:624 )
c. Penyakit campak ( rubeola, campak 9 hari, measles ) adalah suatu infeksi
virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (
peradangan selaput ikat mata / konjungtiva ) dan ruam kulit.
C. Etiologi
Virus campak adalah anggota genus Morbillivirus dari family
paramiksovirus. Penyakit pada anjing, rinderpest ( plak ternak ), dan hewan
pemamah biak peste des petiis adalah morbillovirus lain yang memberikan derajat
keterkaitan imunologi yang jelas dengan campak, memberikesan adanya suatu jalur evolusi bersama lebih awal dalam hal kemunculannya
pada pejamu yang spesifik ( anjing, ternak, kambing, manusia ).
Gambar 2 : virus campak.
|
Virus campak mempunyai RNA untai lurus negative di dalam kapsid heliks protein
yang tertutup oleh membrane luar lemak dan protein. Virionnya adalah
pleomorfik, dengan diameter antara 100-250 nm. Enam protein structural telah
ditemukan dan fungsinya terlibat dalam beberapa sifat khas virus
yang telah diketahui ( table 2-1 ). Virus sangat tidak tahan panas tetapi hidup
dalam jangka waktu lama pada temperature rendah. Virus campak memperbanyak diri
dalam berbagai cara, baik dibiakan sel primer maupun dibarisan yang stabil; sel
yang berasal dari manusia dan monyet paling dapat dipercaya untuk isolasi virus
permulaan tetapi setelah beberapa kali isolasi, virus mudah berbiak dalam
biakan jaringan spesies lain.
Perubahan morfologi biakan sel yang dipicu oleh virus campak ditandai dengan
pembentukan sel raksasa berinti besar dan banyak atau pembentukan inklusi
sinsitium dan eusinofil didalam nucleus dan sitoplasma, yang sangat mirip
dengan yang diamati di specimen sitologi yang diambil dari secret traktus
respiraturius dan banyak jaringan penderita campak.
Antibodi muncul di dalam serum 12-15 hari setelah infeksi pada manusia atau
hewan percobaan. Antibodi itu menetralisasi kerja virus secara spesifik,
memfiksasi komplemen dengan antigen virus dan menghambat hemaglutinasi dan
hemolisis oleh virus. Tidak terbukti adanya perbedaan antigen yang bermakna
pada strain campak selama 40 tahun ini. Keseragaman ini berkaitan dengan sangat
jarang terjadinya serangan kedua pada penyakit ini.
D. Patologi
Reaksi seluler terutama monositik, hyperplasia limfoid yang tersebar luas di
adenoid, tonsil, timus, limpa, plak peyer, apendiks dan nodus limfatikus sangat
khas, di dalam focus yang sedang aktif ini ditemukan sel besar dengan nucleus
multiple. Sel yang mengandung inklusi juga ditemukan di trakea, bronkus dan
bronkiolus. Dengan dikenainya lapisan mukosa saluran pernapasan ini, maka
epitel yang terkena rontok kedalam saluran bersama dengan makrofag, lender dan
debris sel. Eksudat mononuclear peribronkus meluas keberbagai derajat dengan
pola intertisial dan terlihat makrofag di dinding alveolus.
Di kulit, nekrosis hialin dini sel epidermis diikuti oleh eksudasi serum
perivaskuler, proliferasi sel endotel dan nekrosis element epitel. Lesi di
daerah bukal ( bintik koplik ) terbentuk sebagai nekrosis setempat pada epitel
basal kelenjar sub mukosa, dengan berkumpulnya sel bundar dan pembentukan
vesikel.
Jika terjadi ensefalomielitis setelah campak, terjadi serangan dimielinasi
perivaskuler yang menonjol terutama di substantia alba juga dilapisan korteks
lebih dalam. Bedungan perivaskuler sel microglia, limfosit dan sel plasma jelas
terlihat disekitar vena kecil, yang sel endotelnya membengkak.
E. Patofisiologi
Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet udara, menempel dan berbiak.
Infeksi mulai saat orang yang rentan menghirup percikan mengandung virus dari
secret nasofaring pasien campak. Di tempat masuk kuman, terjadi periode pendek
perbanyakan virus local dan penyebaran terbatas, diikuti oleh viremia primer
singkat bertiter rendah, yang memberikan kesempatan kepada agen untuk menyebar
ketempat lain, tempat virus secara aktif memperbanyak diri di jaringan limfoid.
Viremia sekunder yang memanjang terjadi, berkaitan dengan awitan prodromal
klinis dan perluasan virus. Sejak saat itu ( kira-kira 9 sampai 10 hari
setelah terinfeksi ) sampai permulaan keluarnya ruam, virus dapat dideteksi di
seluruh tubuh, terutama di traktus respiraturius dan jaringan limfoid. Virus
juga dapat ditemukan di secret nasofaring, urine, dan darah.pasien paling
mungkin menularkan pada orang lain dalam periode 5 sampai 6 hari. Dengan
mulainya awitan ruam ( kira-kira 14 hari setelah infeksi awal ), perbanyakan
virus berkurang dan pada 16 hari sulit menemukan virus, kecuali di urine,
tempat virus bisa menetap selama beberapa hari lagi. Insiden bersamaan dengan
munculnya eksantema adalah deteksi antibody campak yang beredar dalam serum
yang ditemukan pada hampir 100% pasien dihari ke dua timbulnya ruam. Perbaikan
gejala klinis dimulai saat ini, kecuali pada beberapa pasien, dimulai beberapa
hari kemudian karena penyakit sekunder yang disebabkan oleh bakteri yang bermigrasi
melintasi barisan sel epitel traktus respiraturius. Terjadi sinusitis, otitis
media, bronkopneumonia sekunder akibat hilangnya pertahanan normal setempat.
Sebanyak 10% pasien memperlihatkan pleositosis dalam cairan serebrospinalis dan
50% memperlihatkan kelainan elektroensefalografi di puncak serangan penyakit.
Namun, hanya 0,1% yang memperlihatkan gejala dan tanda ensefalomielitis.
Beberapa hari setelah serangan akut, terlihat kelainan system saraf pusat, saat
serum antibody berlimpah dan virus menular tidak lagi dapat dideteksi.hal ini
diperkirakan ensefalitik autoimun. Pada pasien SSPE, hilangnya virus campak
dari system saraf pusat beberapa tahun kemudian setelah infeksi campak primer
menekankan perlunya penjelasan lebih lanjut tentang interaksi virus dengan
system saraf pusat, baik secara akut maupun kronis. SSPE bisa disebut sebagai
ensefalitis virus campak lambat.
Seorang wanita yang pernah menderita campak atau pernah mendapatkan imunisasi
campak akan meneruskan daya imunitasnya pada bayi yang dikandungnya. Kekebalan
ini akan bertahan selama satu tahun pertama setelah anak dilahirkan. Oleh
karena itu, jarang sekali kita jumpai bayi ( khususnya yang berusia dibwah 5
bulan ) yang menderita campak. Seseorang yang pernah menderita campak akan
menjadi kebal seumur hidupnya.
F. Manifestasi klinis
Campak memiliki masa tunas 10-20 hari. Penyakit ini dibagi dalam tiga stadium,
yaitu :
a. Stadium
Kataral ( Prodromal ).
Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari disertai panas, malaise,
batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral
dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak koplik yang patognomonik bagi
campak, tetapi sangat jarang dijumpai. Bercak koplik berwarna putih kelabu,
sebesar jarum dan dikelilingi oleh eritema. Lokalisasinya dimukosa bukalis
berhadapan dengan molar bawah. Jarang ditemukan dibibir bawah tengah atau
palatum. Kadang-kadang terdapat macula halus yang kemudian menghilang sebelum
stadium erupsi. Gambaran darah tepi ialah limfositosis dan leucopenia. Secara
klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai
influenza. Diagnosis perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik
dan penderita pernah kontak dengan penderita campak dalam waktu 2 minggu
terakhir.
b. Stadium
Erupsi
Koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul enantema atau titik merah di palatum
durum dan palatum mole. Kadang-kadang terlihat pula beercak koplik. Terjadinya
eritema yang berbentuk macula papula disertai menaiknya suhu badan. Diantara
macula terdapat kulit yang normal. Mula-mula eritema timbul dibelakang telinga,
dibagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah.
Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak.
Ruam mencapai anggota bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan
seperti terjadinya. Terdapat pembersaran kelenjar getah bening di sudut
mandibula dan dibawah leher belakang. Pula terdapat sedikit splenomegali. Tidak
jarang disertai diare dan muntah. Variasi dari campak yang biasa ini adalah “
black measles” yaitu campak yang disertai perdarahan pada kulit, mulut, hidung
dan traktus digestivus.
c. Stadium
Konvalensi
Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua ( hiperpigmentasi )
yang lama kelamaan akan hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak
Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini
merupakan gejala patognomonik untuk campak. Pada penyakit-penyakit lain dengan
eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu
menurun sampai normal kecuali bila ada komplikasi
G. Diagnosis Banding
a. German
measles. Pada penyakit ini tidak ada bercak koplik, tetapi ada pembesaran kelenjar
di daerah suboksipitalis, servikal bagian posterior, belakang teling.
b. Eksantema
subitum. Ruam akan timbul bila suhu badan menjadi normal.
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Serologi
Pada kasus atopic, dapat dilakukan pemeriksaan serologi untuk memastikannya.
Tehnik pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah fiksasi complement, inhibisi
hemaglutinasi, metode antibody fluoresensi tidak langsung.
b. Patologi
anatomi
Pada organ limfoid dijjumpai : hyperplasia folikuler yang nyata, senterum
germinativum yang besar, sel Warthin-Finkeldey ( sel datia berinti banyak yang
tersebar secara acak, sel ini memiliki nucleus eosinofilik dan jisim inklusi
dalam sitoplasma, sel ini merupakan tanda patognomonik sampak ). Pada bercak
koplik dijumpai : nekrosis, neutrofil, neovaskularisasi.
c. Darah tepi
Jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri.
d. Pemeriksaan
antibody IgM anti campak.
e. Pemeriksaan
untuk komplikasi
Ensefalopati / ensefalitis ( dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal, kadar
elektrolit darah dan analisis gas darah ), enteritis ( feces lengkap),
bronkopneumonia ( dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah ).
I. Komplikasi
Bermacam-macam komplikasi bisa ditemukan selama stadium akut campak atau segera
sesudah itu. Yang terkena paling sering adalah traktus respiraturius, tetapi
gastroenteritis berat juga terjadi. Laringotrakeobronkitis berat ( croup ) bisa
menyebabkan sumbatan aliran udara sehingga memerlukan trakeostomi, terutama
pada anak berusia dibawah 3 tahun. Bronkiolitis bisa menimbulkan sumbatan jalan
napas bagian bawah yang berat. Pneumonia yang jarang tetapi selalu fatal, yaitu
pneumonia interstisialis ( pneumonia sel raksasa ) telah ditemukan pada anak
dengan tanggap imun lemah, termasuk pada anak yang menderita AIDS, yang
menderita infeksi campak persisten progresif tanpa eksantema yang khas dan
disertai kegagalan yang unikuntuk membentuk antibody campak yang spesifik.
Gambaran radiografi yang menunjukkan gambaran interstisial yang jelas keluar
dari kedua daerah hilus. Virus campak dapat diambil berulang kali dari sputum
atau dari hapusan nasofaring diwarnai. Usaha untuk mengobati atau mencegah
komplikasi ini belum berhasil.
Keratokonjungtivitis asimtomatik jinak yang menyertai campak dapat memetap
selama 4 bulan ; lesi dapat dilihat hanya dengan biomikroskop lampu cerah.
Terjadi lesi kornea yang lebih berat pada pasien campak yang kurang gizi.
Kelainan elektrokardiografi yang sementara umum terjadi, tetapi jarang terjadi
miokarditis yang sebenarnya. Limfadenopati difus yang menyertai campak mengenai
nodus mesenterium dan dianggap menimbulkan nyeri abdomen yang umum terjadi.
Gejala dan tanda penyakit yang identik dengan apendiksitis akut bisa
mengakibatkan intervensi operasi selama periode prodromal.
Komplikasi akibat bakteri terutama akibat invasi traktus respiraturius
menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi ini bisa disebabkan oleh streptokokus
β-hemolitikus, pneukokokus, H.influensa tipe B, atau stafilokokus.
Peribronkitis dan pneumotitis interstisial terjadi pada hampir semua pasien
campak dan sembuh dengan cepat setelah timbulnya ruam dan turun demam. Puncak
demam kedua atau kegagalan turunnya puncak demam pertama setelah erupsi
mencapai puncak menandakan infeksi bakteri sekunder. Terlihatnya leukositosis
perifer yang bergeser kekiri memastikan hal itu. Radiografi dada dapat
menunjukkan bronkopenumonia atau gambaran pneumonia segmental atau lobar.
Apusan atau biakan sputum, aspirasi trakea, cairan pleura, darah, atau bahan
sesuai lainnya, akan membantu menemukan penyebab dan memilih obat antimikroba
yang tepat. Usaha mencegah infeksi bakteri sekunder dengan memberikan antibody
“profilaksis” dalam stadium kataralis tidak memberikan hasil. Komplikasi
bakteri lebih sering terjadi dan lebih berat pada anak yang kekurangan protein.
Dari sindrom yang dapat timbul sesudah campak, yang paling menakutkan adalah
berbagai komplikasi system saraf pusat.sejauh ini yang paling umum adalah
ensefalomielitis, tetapi ensefalopati toksik, neuritis retrobulbar,
tromboflebitis vena serebralis, hemiplegic akibat infark vaskuler dan paralisis
asending dengan polineuropati juga pernah ditemukan.
Ensefalopati toksik muncul dengan kecepatan tinggi pada puncak demam dan ruam,
tetapi manifestasi system saraf pusat lainnya yang lebih umum menjadi tampak
setelah serangan penyakit akut, setelah periode penyembuhan yang berakhir dalam
2 hari atau lebih. Kejang, perubahan kesadaran, dan perubahan tiba-tiba menjadi
koma, sering menandai awitan ensefalomielitis; demam kembali timbul, dan
terjadi leukositosis perifer yang jelas. Angka kematian berkisar antara 10
sampai 25% dan sekuele yang bermakna berupa kelainan motorik, intelek dan emosi
terjadi pada 20 sampai 50% penderita yang selamat dari kematian.
Selama vase viremia campak awal, terjadi trombositopenia yang tidak cukup berat
untuk menyebabkan perdarahan spontan, tetapi hal itu memperlihatkan kerusakan
megakariosit oleh virus. Komplikasi pasca infeksi lain yang jarang dan tidak
dapat diterangkan adalah purpura trombositopenik, yang terjadi 4 sampai 14 hari
setelah ruam dan bisa menimbulkan purpura kulit yang hebat, perdarahan
genitourinarius dan gastrointestinalis, serta epistaksis. Kortikosteroid
memberikaan kesembuhan segera dengan berhentinya perdarahan dan kembalinya
dengan mantap hitung trombosit menjadi normal. Respon ini menguatkan konsep
bahwa komplikasi ini mungkin suatu fenomena autoimun.
Efek buruk campak terhadap beberapa penyakit dasar tidak diketahui dengan
jelas. Keaktifan kembali atau eksaserbasi tuberculosis selama serangan campak
beberapa kali ditemukan. Satu hal yang menyebabkan kekurangan kekebalan seluler
adalah hilangnya hipersensitivitas kulit terhadap tuberkuloprotein ( dan
antigen lain ) yang terjadi karena campak dan menetap selama beberapa minggu
setelah itu, jadi reactor positif sebelumnya bisa menghasilkan test kulit
negative. Kerusakan traktus respiraturius dapat menjelaskan memburuknya keadaan
pasien yang sedang menderita fibrosis kistik. Bayi dengan defisiensi protein
dalam dietnya bisa jatuh ke kwashiorkor berat saat diserang campak sebagai
akibat menurunnya asupan melalui oral, meningkatnya kehilangan melalui
gastrointestinal dan keseimbangan nitrogen negative dari infeksi. Berbeda
dengan efek samping yang tidak disukai ini, campak kadang-kadang dapat memicu
dieresis yang baik pada anak yang menderita sindrom nefrotik refrakter.
Campak saat masa gestasi, walaupun jarang bisa mengindusi kelahiran premature,
bayi lahir mati atau abortus tetapi tidak dengan meningkatnya insiden
malformasi congenital.
J. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Kecuali tindakan pendukung umum, tidak ada terapi terbaru bagi pasien yang
tidak mengalami komplikasi. Walaupun ribavirin menghambat replikasi virus
campak invitro, tidak terlihat hasil yang nyata pada pemberian invivo.
Penggunaan antipiretik yang bijaksana untuk demam tinggi dan obat penekan batuk
mungkin bermanfaat secara simptomatik. Pemberian pengobatan yang lebih spesifik
seperti pemberian anti mikroba yang tepat harus digunakan untuk mengobati
komplikasi infeksi bakteri sekunder.
Oleh karena campak jelas menurunkan cadangan vitamin A, yang menimbulkan
tingginya insiden xeroftalmia dan ulkus kornea pada anak yang kurang gizi, WHO
menganjurkan supplement vitamin A dosis tinggi di semua daerah dengan
defisiensi vitamin A. supplement vitamin A juga telah memperlihatkan penurunan
frekuensi dan keparahan pneumonia dan laringotrakeobronkitis akibat kerusakan
virus campak pada epitel traktus respiraturius bersilia. Pada bayi usia di
bawah 1 tahun diberi vitamin A sebanyak 100.000 IU dan untuk pasien lebih tua
diberikan 200.000 IU. Dosis ini diberikan segera setelah diketahui terserang
campak. Dosis kedua diberikan hari berikutnya, bila terlihat tanda kekurangan
vitamin A dimata dan diulangi 1 sampai 4 minggu kemudian.
2. Penatalaksanaan Keperawatan.
Penyakit campak merupakan penyakit yang mudah sekali menular. Selain
itu sering menyebabkan kematian jika mengenai anak yang keadaan gizinya buruk
sehingga mudah sekali mendapatkan komplikasi terutama bronkopneumonia. Pasien campak
dengan bronkopnumonia perlu dirawat di rumah sakit karena memerlukan perawatan
yang yang memadai( kadang perlu infuse atau oksigen ). Masalah yang perlu
diperhatikan ialah kebutuhan nutrisi, gangguan suhu tubuh, gangguan rasa
aman nyaman, risiko terjadinya komplikasi.
a. Kebutuhan
Nutrisi
Campak menyebabkan anak menderita malaise dan anoreksia. Anak sering mengeluh
mulut pahit sehingga tidak mau makan atau minum. Demam yang tinggi menyebabkan
pengeluaran cairan lebih banyak. Keadaan ini jika tidak diperhatikan agar anak
mau makan ataupun minim akan menambah kelemahan tubuhnya dan memudahkan
timbulnya komplikasi.
b. Gangguan
suhu tubuh
Campak selalu didahului demam tinggi. Demam yang disebabkan infeksi virus ini
pada akhirnya akan turun dengan sendirinya setelah campaknya keluar banyak,
kecuali bila terjadi komplikasi demam akan tetap berlangsung lebih lama. Untuk
menurunkan suhu tubuh biasanya diberikan antipiretik dan jika tinggi sekali
diberiakan sedative untuk mencegah terjadinya kejang.
c. Gangguan
rasa aman nyaman
Gangguan ini dirasakan anak karena adanya demam, tak enak badan, pusing, mulut
terasa pahit dan kadang muntah-muntah. Biasanya anak juga tidak tahan meluhat
sinar karena silau, batuk bertambah banyak dan akan berlangsung lebih lama dari
campaknya sendiri. Anak kecil akan sangat rewel, pada waktu malam anak sering
minta digendong saja. Jika eksantem telah keluar anak akan merasa gatal, hal
ini juga menambah gangguan aman dan kenyamanan anak. Untuk mengurangi rasa
gatal tubuh anak dibedaki dengan bedak salisil 1% atau lainnya ( atas resep
dokter ). Selama masih demam tinggi jangan dimandikan tetapi sering-sering
dibedaki saja.
d. Resiko
terjadinya komplikasi
Campak sering menyebabkan daya tahan tubuh sangat menurun. Hal ini dapat
dibuktikan dengan uji tuberculin yang semula positif berubah menjadi negative.
Ini menunjukkan bahwa antigen antibody pasien sangat kurang kemampuannya untuk
bereaksi terhadap infeksi. Oleh karena itu resiko terjadinya komplikasi lebih
besar terutama jika keadaan umum anak kurang baik, seperti pada pasien dengan
malnutrisi atau dengan penyakit kronik lainya.
K. Pencegahan
a. Imunisasi
Pasif.
IG manusia yang diberikan segera setelah pemajanan dapat mengubah
gambaran klinis dan efek antigen pada infeksi virus campak. Anak yang rentan
harus segera diberi IG 0,25 ml/kg BB, untuk mencegah campak. Bila telah
berlangsung lebih dari 6 hari, maka IG tidak dapat diandalkan untuk mencegah
maupun memodifikasi penyakit. Pasien dengan campak yang dimodifikasi globulin
memperlihatkan gambaran klinis yang beragam dengan masa tunas memanjang dan
berbagai keluhan dan tanda penyakit campak, tetapi mereka tetap sebagai sumber
penular potensial pada individu yang berkontak dengan mereka. Oleh karena sifat
kekebalan alaminya sementara, imunisasi pasif harus diikuti oleh iminisasi
aktif dalam 3 bulan setelah itu. Karena dosis besar immunoglobulin saat ini
sering deberikan untuk pencegahan atau pengobatan sejumlah gangguan ( misal
infeksi HIV, penyakit Kawasaki, trombositopenia imun, hepatitis B dan
profilaksis varisela ) interval yang lebih panjang dianjurkan sebelum vaksin
virus campak. Ini bervariasi dari 3 sampai 11 bulan bergantung pada produk dan
jumlah globulin yang diberikan.
b. Imunisasi
Aktif
Vaksin yang telah dilemahkan menghasilkan infeksi yang tidak menular dan tidak
ada hubungannya dengan infeksi bakteri sekunder dan komplikasi neurologi.
Efek profilaksis vaksin hidup yang
diberika mencapai 97%. Vaksin yang dilemahkan menimbilkan reaksi ringan. Respon
demam yang terjadi pada 5 sampai 15% anak memberikan sedikit rasa tidak nyaman,
toksisitas atau ketidakmampuan. Eksantem yang dimodifikasi dengan berbagai
bentuk bisa terjadi setelah serangan demam pada kurang dari 5% pasien yang
divaksinasi. Observaasi terus menerus pada anak yang mendapat vaksin hidup 20
sampai 25 tahun yang lalu memperlihatkan antibody menetap dan efek protektif
yang lebih baik dibandingkan dengan yang menderita campak secara alami.
1. Vaksin
Pada tahun
1963, telah dibuat dua jenis vaksin campak yaitu :
a. Vaksin yang
berasal dari virus campak yang hidup dan dilemahkan ( tipe Edmonston B ).
b. Vaksin yang
berasal dari virus campak yang dimatikan ( virus campak yang berada dalam
larutan formalin yang dicampur dengan garam aluminium ).
2. Dosis dan cara pemakaian
Dosis baku minimal untuk pemberian vaksin campak yang dilemahkan adalah 1000
TCID50 atau sebanyak 0,5 ml. untuk vaksin hidup, pemberian dengan 20
TCID50 saja mungkin sudah dapat memberikan hasil yang baik.
Pemberian yang dianjurkan secara subkutan, walaupun demikian dapat diberikan
secra intramuscular. Daya proteksi vaksin campak diukur dengan berbagai macam
cara. Salah satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan
angka kejadian kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi.
3. Reaksi KIPI
Reaksi KIPI imunisasi campak yang banyak dijumpai terjadi pada imunisasi ulang
pada seseorang yang telah memiliki imunitas sebagian akibat imunisasi dengan
valsin campak dari virus yang dimatikan. Kejadian KIPI imunisasi campak telah
menurun dengan digunakanya vaksin campak yang dilemahkan. Gejala KIPI berupa
demam yan lebih dari 39,50c yang terjadi pada 5-15% kasus, demam
mulaidijumpai pada hari ke 5-6 sesudah imunisasi dan berlangsung selama 2 hari.
Berbeda dengan infeksi alami demam tidak tinggi, walaupun demikian peningkatan
suhu tubuh tersebut dapat merangsang terjadinya kejang demam.
Ruam dapat dijumpai pada 5% resipien, timbul pada hari ke 7-10 sesudah
imunisasi dan berlangsung selama 2-4 hari. Hal ini sukar dibedakan dengan modified
measles akibat imunisasi yang terjadi jika seseorang telah memperoleh
imunisasi pada saat masa inkubasi penyakit alami. Reaksi KIPI berat jika
ditemukan gangguan fungsi system saraf pusat seperti ensefalitis dan
ensefalopati pasca diimunisasi.
4. Imunisasi Ulangan
Penelitian di jogyakarta, Ambon, dan Palu oleh Badan Lingkes Depkes & Kesos
mengenai kadar IgG pada 200 anak sekolah per provinsi pada tahun 1998,
menunjukkan status antibody campak hanya mencapai 71,9% sehingga pada umur 6-11
tahun jumlah anak yang rentan pada infeksi campak cukup tinggi yaitu 26-32,6%.
Atas dasar penelitian tersebut ulangan imunisasi campak diberikan pada usia
masuk sekolah ( umur 6-7 tahun ) melalui program BIAS.
Imunisasi ulang dianjurkan juga dalam situasi tertentu, misalnya :
a. Mereka yang
memperoleh imunisasi sebelum umur 1 tahun dan terbukti bahwa potensi vaksin
yang digunakan kurang baik ( tampak peningkatan insiden kegagalan vaksinasi ).
Pada anak-anak yang memperoleh imunisasi ketika berumur 12-14 bulan tidak
disarankan mengulangi imunisasinya tetapi hal ini bukan merupakan kontra
indikasi.
b. Apabila
terdapat kejadian luar biasa peningkatan kasus campak, maka anak SD, SLTP dan
SLTA dapat diberikan imunisasi ulang.
c. Setiap orang
yang pernah imunisasi vaksin campak yang virusnya sudah dimatikan ( vaksin
inaktif ).
d. Setiap orang
yang pernah memperoleh imunoglobulin.
e. Seseorang
tidak dapat menunjukkan catatan imunisasinya.
5. Kontra Indikasi
Kontra indikasi imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita
demam tinggi, sedang memperoleh pengobatan imunosupresif, hamil, memiliki
riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan immunoglobulin atau bahan-bahan
berasal dari darah.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN “ CAMPAK ”
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang
mempunyai 2 kegiatan pokok yaitu :
1. Pengumpulan Data
a. Anamnese
a) Identitas
penderita
Meliputi
nama anak, umur : rentan pada anak berumur 1-14 th dengan status gizi yang
kurang dan sering mengalami penyakit infeksi, jenis kelamin (L dan P
pervalensinya sama), suku bangsa, no register, tanggal masuk rumah sakit,
diagnosa medis.
b) Keluhan
utama
Anak masuk
rumah sakit biasanya dengan keluhan adanya eritema dibelakang telinga, di
bagaian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah, badan
panas, enantema ( titik merah ) dipalatum durum dan palatum mole.
c) Riwayat
kesehatan sekarang
Pada anak
yang terinfeksi virus campak biasanya ditanyakan pada orang tua atau anak
tentang kapan timbulnya panas, batuk, konjungtivitis, koriza, bercak koplik dan
enantema serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya.
d) Riwayat kesehatan dahulu
Anak belum
pernah mendapatkan vaksinasi campak dan pernah kontak dengan pasien campak.
e) Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah anak
belum mendapatkan vaksinasi campak.
f) Riwayat
imunisasi
Imunisasi
apa saja yang sudah didapatkan misalnya BCG, POLIO I,II, III; DPT I, II, III;
dan campak.
g) Riwayat
nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk
umur 1-6 tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan
rumus 8 + 2n.
Status Gizi
Klasifikasinya
sebagai berikut :
- Gizi buruk
kurang dari 60%
- Gizi kurang
60 % - <80 %
- Gizi baik 80
% - 110 %
- Obesitas
lebih dari 120 %
h) Riwayat
tumbuh kembang anak.
a. Tahap
pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti
patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata
BB pada usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu
18,7 kg. Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3
kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan
patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB
pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm.
Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia
4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap
perkembangan.
§ Perkembangan psikososial (
Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak punya insiatif mencari
pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka anak merasa bersalah
dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan yang menantang ketrampilan
motorik dan bahasanya.
§ Perkembangan psikosexsual (
Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/ falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang
bermain dengan anak berjenis kelamin berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih
dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
§ Perkembangan kognitif ( Piaget
) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase preconseptual ( 2- 4 tahun )
dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada tahap ini kanan-kiri belum
sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum benar dan magical
thinking.
§ Perkembangan moral berada pada
prekonvensional yaitu mulai melakukan kebiasaan prososial : sharing, menolong,
melindungi, memberi sesuatu, mencari teman dan mulai bisa menjelaskan
peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
§ Perkembangan spiritual yaitu
mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu atau guru dan belajar yang benar –
salah untuk menghindari hukuman.
§ Perkembangan body image yaitu
mengenal kata cantik, jelek,pendek-tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran
jenis kelamin, membandingkan ukuran tubuhnya dengan kelompoknya.
§ Perkembangan sosial yaitu
berada pada fase “ Individuation – Separation “. Dimana sudah bisa mengatasi
kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal dan sudah bisa mentoleransi
perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau tidak protes.
§ Perkembangan bahasa yaitu
vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata pada akhir umur 5 tahun. Mulai
bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa menamai objek yang
familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama temannya. Dapat menerima
atau memberikan perintah sederhana.
§ Tingkah laku personal sosial
yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya, lebih banyak bergaul, mulai
menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa
dia mempunyai lingkungan luar.
§ Bermain jenis assosiative play
yaitu bermain dengan orang lain yang mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan
dengan pertumbuhan fisik dan kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari,
memanjat,dan bersepeda dengan roda tiga.
b. Pemeriksaan
fisik ( had to toe )
a) Status
kesehatan umum
Meliputi
keadaan penderita, kesadaran, tinggi badan, berat badan, dan tanda-tanda vital.
b) Kepala dan
leher
- Inspeksi :
Kaji bentuk
kepala, keadan rambut, kulit kepala, konjungtivitis, fotofobia, adakah eritema
dibelakang telinga, di bagian atas lateral tengkuk, sepanjang rambut dan bagian
belakang bawah.
- Palpasi :
adakah
pembesaran kelenjar getah bening di sudut mandibula dan didaerah leher
belakang,
c) Mulut
- Inspeksi :
Adakah
bercak koplik di mukosa bukalis berhadapan dengan molar bawah, enantema di
palatum durum dan palatum mole, perdarahan pada mulut dan traktus digestivus.
d) Toraks
- Inspeksi :
Bentuk dada
anak, Adakah batuk, secret pada nasofaring, perdarahan pada hidung. Pada
penyakit campak, gambaran penyakit secara klinis menyerupai influenza.
- Auskultasi :
Ronchi /
bunyi tambahan pernapasan.
e) Abdomen
- Inspeksi :
Bentuk dari
perut anak. Ruam pada kulit.
- Auskultasi
Bising usus.
- Perkusi
Perkusi
abdomen hanya dilakukan bila terdapat tanda abnormal, misalnya masa atau
pembengkakan.
e) Kulit
- Inspeksi :
Eritema pada
kulit, hiperpigmentasi, kulit bersisik.
- Palpasi :
Turgor kulit
menurun
2. Analisa Data
Data yang sudah terkumpul selanjutnya dikelompokkan dan dilakukan analisa serta
sintesa data. Dalam mengelompokkan data dibedakan atas data subyektif objektif.
Data yang telah dikelompokkan tadi dianalisa sehingga dapat diambil kesimpulan
tentang masalah keperawatan dan kemungkinan penyebab.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
- Resiko infeksi berhubungan
dengan organisme purulen.
- Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan sekresi yang
tertahan. - Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan penurunan imunitas
- Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan dalam
memasukkan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan.
- Kurang pengetahuan berhubungan
dengan keterbatasan paparan.
- Nyeri akut berhubungan dengan
keterbatasan agen injury.
C. INTERVENSI
- Dx I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi.
NOC : Immune status
Kriteria
Hasil :
- Klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi.
- Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya.
- Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas
normal
- Menunjukkan perilaku hidup
sehat
Indikator
Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Infection Control.
Intervensi :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Infection Control.
Intervensi :
- Bersihkan lingkungan setelah
dipakai pasien lain
- Batasi pengunjung bila perlu
- Pertahankan teknik isolasi
- Cuci tangan sebelum dan sesudah
melakukan tindakan keperawatan
- Instruksikan pada pengunjung
untuk mencuci tangan saat berkunjung meninggalkan pasien.
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan antibiotik bila perlu
2.Dx II
Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan jalan nafas efektif.
NOC : Respiratory status : Ventilation
Tujuan : Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama proses
keperawatan diharapkan jalan nafas efektif.
NOC : Respiratory status : Ventilation
Kriteria
Hasil :
- Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara, nafas yang bersih, tidak ada sianosis, dan. dyspnen.
- Menunjukkan jalan nafas yang
paten
- Mampu mencegah dan mengidentifikasi
faktor yang dapat menghambat jalan nafas.
Indikator
Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Air way management
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Air way management
Intervensi
:
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alai jalan nafas buatan
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Monitor status respirasi dan O2.
a. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
b. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alai jalan nafas buatan
c. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
d. Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
e. Monitor status respirasi dan O2.
3.Dx III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC : Tissue integrity : Skin and mucous membranes
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
NOC : Tissue integrity : Skin and mucous membranes
Kriteria
Hasil :
- Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperatur, hidrasi, pigmentasi.
- Tidak ada luka, atau lesi pada
kulit
- Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami.
Indikator
Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC
: Pressure Management
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untak menggunakan pakaian yang longgar.
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
e. Monitor kulit adanya kemerahan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Monitor status nutrisi pasien
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untak menggunakan pakaian yang longgar.
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap 2 jam sekali
e. Monitor kulit adanya kemerahan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Monitor status nutrisi pasien
4. Dx
IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.
NOC : Nutritional Status : Food and fluid intake
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan nutrisi pasien terpenuhi.
NOC : Nutritional Status : Food and fluid intake
Kriteria
Hasil :
a. Adanya penigkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
a. Adanya penigkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Indikator
Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition management
Intervensi :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Nutrition management
Intervensi :
- Kaji adanya alergi
makanan
- Kolaborasikan dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
- Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake protein, Fe, dan vitamin C
- Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Berikan makanan yang terpilih.
- Dx V
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pasien dan keluarga mengerti tentang penyakitnya.
NOC : Knowledge : Disease process
Kriteria Hasil : - Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan.
- Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar.
- Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya.
Indikator
Skala :
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Mengajarkan proses penyakit
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC : Mengajarkan proses penyakit
Intervensi
:
a. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang benar.
b. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
c. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
d. Hindarkan harapan yang kosong
e. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
f. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.
a. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit dengan cara yang benar.
b. Gambarkan proses penyakit dengan cara yang tepat
c. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
d. Hindarkan harapan yang kosong
e. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
f. Instruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang tepat.
5. Dx
VI
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan nyeri dapat teratasi/hilang.
NOC : Pain Level
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan nyeri dapat teratasi/hilang.
NOC : Pain Level
Kriteria
Hasil :
- Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri) .
- Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri.
- Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah
nyeri berkurang.
Indikator
Skala
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
1 : Tidak pernah menunjukkan
2 : Jarang menunjukkan
3 : Kadang menunjukkan
4 : Sering menunjukkan
5 : Selalu menunjukkan
NIC
: Management pain
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor predisposisi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teatang teknik nonfamakologi
d. Kaji tipe dan untuk menentukan intervensi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat
Intervensi :
a. Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor predisposisi.
b. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
c. Ajarkan teatang teknik nonfamakologi
d. Kaji tipe dan untuk menentukan intervensi
e. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
f. Tingkatkan istirahat
D. EVALUAS1
- Dx I
Kriteria Hasil Skala - Klien bebas dari tanda
dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses
penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta,
penatalaksanaannya
- Menunjukkan kemampuan untuk
mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas
normal
- Menunjukkan perilaku hidup
sehat
2. Dx II
Kriteria Hasil Skala
Kriteria Hasil Skala
- Mendemonstrasikan batuk
efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
- Menunjukkan jalan nafas yang
paten
- Mampu mencegah dan
mengidentifikasi faktor yang dapat
menghambat jalan nafas.
3.Dx III
Kriteria Hasil Skala
Kriteria Hasil Skala
- Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan (sensasi elastisitas, temperatur, hidrasi,
pigmentasi)
- Tidak ada luka atau lesi pada
kulit
- Perfusi jaringan
baik
- Menunjukkan pemahaman dalam
proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
- Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
4. Dx IV
Kriteria Hasil Skala
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
Kriteria Hasil Skala
a. Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
b. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
c. Mampu mengidentifikasikan kebutuhan nutrisi
d. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
e. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
5.Dx V
Kriteria Hasil Skala
Kriteria Hasil Skala
- Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan - Pasien dan keluarga mampu
melaksanakan prosedur
yang dijelaskan secara benar - Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
pasien dan keluarga dijelaskan perawat/tim kesehatan lainnya - Dx VI
Kriteria Hasil Skala - Mampu
mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri) - Melaporkan
bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri - Mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri) - Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit campak adalah penyakit menular dengan gejala kemerahan berbentuk
makulo popular selama tiga hari atau lebih disertai panas badan 380c
atau lebih dan disertai salah satu gejala batuk, pilek dan mata merah.
Keluhan yang umum muncul adalah kelerahan yang timbul pada bagian belakang
telinga, dahi, dan menjalar keseluruh tubuh. Selain itu, timbul gejala seperti
flu disetai mata berair dan kemerahan ( konjungtivitis ). Setalah 3-4 hari
kemerahan mulai menghilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak
bertambah dalam 1-2 minggu dan apabila sembuh kulit akan tampak seperti
bersisik.
Pada anak sehat dan cukup gizi, campak biasanya tidak menjadi masalah serius.
Dengan istirahatyang cukup dan gizi yang baik, penyakit campak ( pada kasus
ringan ) dapat sembuh dengan cepat tanpa menimbulkan komplikasi yang berbahaya.
Namun, bila anak dalam kondisi yang yang tidak sehat dapat menyebebkan kematian
pada anak.
Pengobatan pada anak dengan campak dapat dilakukan secara simtomatik yaitu
antipeiretika bila suhu tinggi, sedativum, obat batuk dan memperbaiki keadaan
umum. Tindakan lain adalah pengobatan segera terhadap komplikasi ayng timbul.
Pencegahan penyakit campak dapat dilakukan dengan menberikan imunisasi campak
pada balita usia 9 bulan ke atas ( imunisasi aktif ).
B. Saran
1. Perawat
a. Mengingat bahwa penyakit
campak merupakan masalah kesehatan masyarakat yang angka mordibilitasnya masih
tinggi, maka penulis menyarankan untuk semua perawat jika menemukan kasus
campak secepatnya dirujuk ke rumah sakit ssehingga anak secepatnya mendapatkan
perawatan dan pengobatan yang lebih baik.
b. Untuk lebih mengetahui perkenbangan anak,
hendaknya perawat mengunakan asuhan keperawatan secara tepat.
2. Keluarga
Penulis
menyarankan keluarga untuk tanggap dan ikut serta dalam perawatan anak serta
memperhatikan status gizi anak jika anak terkena penyakit campak tidak akan
berdampak buruk bagi kondisi ana
DAFTAR
PUSTAKA
Hasan,R.2005. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Universitas Indonesia.
Hidayat, Aziz Alimul A. 2008. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak.
Jakarta : Salemba Medika.
Ranuh, I.G.N,Dkk. 2001. Buku Imunisasi Di Indonesia. Jakarta: Satgas
Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Rodolfh.Dkk. 2006. Buku Ajar Pediatri Rodolfh Edisi 20 Volum I.
Jakarta :EGC Santosa,B. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda
2005-2006. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Dengan
Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC