Selasa, 12 April 2016

ASKEP DIFTERY


PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit ini  disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diphtheriae, yaitu kuman yang menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui kontak hubungan dekat, melalui udara yang tercemar oleh karier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia di bawah 15 tahun. Dilaporkan 10 % kasus difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak - anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk dengan tingkat sanitasi rendah. Oleh karena itu, menjaga kebersihan sangatlah penting, karena berperan dalam menunjang kesehatan kita.

1.2  Tujuan
1.      Tujuan umum
Mengetahui konsep difteri dan keperawatan difteri pada anak.
2.      Tujuan khusus
      Agar mampu memahami/ mengetahui tentang :
a.       Definisi difteri
b.       Etiologi
c.       Tanda dan Gejala
d.       Patofisiologi
e.       Penatalaksanaan Medis
f.        Komplikasi
g.   Pencegahan
h.      Asuhan Keperawatan Difteri
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.

2.2 Etiologi
Penyebabnya adalah Corynebacterium diphteriae. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi  oleh bakteri. Biasanya bakteri ini berkembangbiak pada atau disekitar selaput lender mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Pewarnaan sediaan langsung dapat dialkuakan dengan biru metilen atau biru toluidin. Basil ini dapat ditemukan dengan sediaan langsung dari lesi.
Menurut Staf Ilmu Kesehatan Anak FKUI dalam buku kuliah ilmu kesehatan anak, sifat  bakteri Corynebacterium diphteriae :
1.      Gram positif
2.      Aerob
3.      Polimorf
4.      Tidak bergerak
5.      Tidak berspora


Disamping itu bakeri ini dapat mati pada pemanasan 60º C selama 10 menit, tahan beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering.Terdapat tiga jenis basil yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni  dalam biakan agar darah yang mengandung kalium telurit. Basil Difteria mempunyai sifat:
1.      Mambentuk psedomembran yang sukar dianggkat, mudah berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena.terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik dan kuman.
2.      Mengeluarkan eksotoksin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf.
Menurut tingkat keparahannya, Staff Ilmu Kesehatan Anak FKUI membagi penyakit ini menjadi 3 tingkat yaitu :
a)      Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan.
b)      Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyaring sampai faring (dinding belakang rongga mulut), sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
c)      Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai  dengan gejala komplikasi  seperti miokarditis (radang otot jantung), paralysis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).

Menurut  bagian ilmu kesehatan anak FKUI, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :
1.      Difteri hidung
Gejala paling ringan dan paling jarang (2%). Mula-mula tampak pilek, kemudian secret yang keluar tercampur darah sedikit yang berasal dari pseudomembran. Penyebaran pseudomembran dapat mencapai faring dan laring.

2.      Difteri faring dan tonsil ( Difteri Fausial ).
Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Paling sering dijumpai ( 75%). Gejala mungkin ringan tanpa pembentukan pseudomembran. Dapat sembuh sendiri dan memberikan imunitas pada penderita.Pada kondisi yang lebih berat diawali dengan radang tenggorokan dengan peningkatan suhu tubuh yang tidak terlalu tinggi, pseudomembran awalnya hanya berupa bercak putih keabu-abuan yang cepat meluas ke nasofaring atau ke laring, nafas berbau, dan ada pembengkakan regional leher tampak seperti leher sapi (bull’s neck). Dapat terjadi sakit menelan, dan suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan laring.
3.      Difteri laring dan trakea
Lebih sering merupakan penjalaran difteri faring dan tonsil, daripada yang primer. Gejala gangguan nafas berupa suara serak dan stridor inspirasi jelas dan bila lebih berat timbul sesak nafas hebat, sianosis, dan tampak retraksi suprasternal serta epigastrium. Ada bull’s neck, laring tampak kemerahan dan sembab, banyak sekret, dan permukaan ditutupi oleh pseudomembran. Bila anak terlihat sesak dan payah sekali perlu dilakukan trakeostomi sebagai pertolongan pertama.

4.      Difteri kutaneus dan vaginal
Dengan gejala berupa luka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membrane diatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, luka yang terjadi justru tidak terasa apa-apa. Difteri dapat pula timbul pada daerah konjungtiva  dan umbilikus.

5.  Diphtheria Kulit, Konjungtiva, Telinga
            Diphtheria kulit berupa tukak di kulit, tepi jelas dan terdapat membran pada dasarnya. Kelainan cenderung menahun. Diphtheria pada mata dengan lesi pada konjungtiva berupa kemerahan, edema dan membran pada konjungtiva palpebra. Pada telinga berupa otitis eksterna dengan sekret purulen dan berbau.

2.3 Patofisiologi
·         kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva,kulit mata,walaupun jarang terjadi.
·         Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudo membran timbul lokal dan menjalar dari faring, laring dan saluran nafas atas. Kelenjar getah bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin.
·         Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan timbul mralisis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
·         Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudo membran pada laring dan trakea clan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.

2.5 Manifestasi Klinis
a.       Gejala umum.
Demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia sehingga pasien tampak lemah.
b.      Gejala lokal
Nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada area regional, sesa nafas, serak sampai dengan stridor jika penyakit sudah stadium lanjut.  Gejala akibat eksotoksin tergantung bagian yang terkena missal mengenaiotot jantung terjadi miokarditis, dan bila mengenai syaraf mnyebabkan kelumpuhan.

2.6 Penatalaksanaan
Pengobatan umum dengan perawatan yang baik, isolasi dan pengawasan EKG yang dilakukan pada permulan dirawat satu minggu kemudian dan minggu berikutnya sampai keadaan EKG 2 kali berturut-turut normal dan pengobatan spesifik.
Pengobatan spesifik untuk difteri :
1.      ADS (Antidifteri serum), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata.
a.       TEST ADS
ADS 0,05 CC murni dioplos dengan aquades 1 CC.
Diberikan 0,05 CC à intracutan Tunggu 15 menit à indurasi dengan garis tengah 1 cm à (+)
b.      CARA PEMBERIAN
·         Test Positif à BESREDKA
·          Test Negatif à secara DRIP/IV
c.       Drip/IV
200 CC cairan D5% 0,225 salin. Ditambah ADS sesuai kebutuhan. Diberikan selama 4 sampai 6 jam à observasi gejala cardinal.
2.     Antibiotik, diberikan penisillin prokain 5000U/kgBB/hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis.
3.     Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan predison 2mg/kgBB/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan untuk tindakan trakeostomi. Bila pada pasien difteri terjadi komplikasi paralisis atau paresis otot, dapat diberikan strikin ¼ mg dan vitamin B1 100 mg tiap hari selama 10 hari.

2.7 Komplikasi
·         Miokarditis (minggu ke 2)
·         Neuritis
·         Bronkopneumonia
·         Nefritis
·         Paralisis



2.8 Pemeriksaan penunjang
·         Pemeriksaan laboratorium: Apusan tenggorok terdapat kuman Corynebakterium difteri
·          Pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan
·         Pemeriksaan bakteriologis mengambil bahan dari membrane atau bahnan di bawah membrane, dibiak dalam Loffler, Tellurite dan media blood.
2.9  Pencegahan
1.      Imunisasi
a. Imunisasi Primer
·         Anak usia 6 minggu - 6 tahun Diberikan dosis Td secara IM/ SC dengan interval 4-6 minggu dimulai ketika anak usia 6 minggu - 2 bulan dan dilanjutkan dengan pemberian ke-4 selama 1 tahun sesudah pemberian ke-3 preparat yang digunakan adalah Pediatric Taksoid Dipteria
·         Anak usia 7 tahun / lebih Diberikan Td dengan pemberian ke-2 berselang waktu 4-8 minggu diberikan dengan pemberian 1 dan pemberian 3 berselang 1 tahun dengan pemberian ke-2, preparat yang digunakan adalah Adult Taksoid Dipteria
b. Imunisasi Boster
·         Anak usia 6 minggu- 6 bulan apabila pemberian dosis ke-4 imunisasi primer anak belum berumur 4 tahun maka diberikan boster ketika anak tersebut mulai masuk TK
·         Anak usia 7 tahun atau lebih diberikan boster setiap 10 tahun 1.9.2 Isolasi pasien
c. Pencarian orang carier difteria dengan uji shick dan kemudian diobati.
·         Dengan tujuan : Untuk mengetahui apakah tubuh mengandung anti toksin terhadap kuman difteri.
·         Cara : Dengan menyuntikan IC 1/50 Minimal Lethal Dose (MLD) sebanyak 0,02 ml, jika positif akan terlihat merah kecoklatan selama 24 jam



















BAB III
ASKEP TEORITIS

3.1       Pengkajian
A.  Identitas klien
Biasanya menyerang pada individu yang berusia kurang dari 15 tahun (yang tidak dapat imunisasi lengkap).
B.  Keluhan utama
Pada biasanya klien akan mengeluh batuk dan demam.
C.      Riwayat penyakit sekarang
Demam, Sakit Kepala, Batuk, lesu/ lemah, sianosis, sesak nafas, dan pilek.
a.    Difteri nasal : Sakit jantung serosa inguinosa, epistaksis, ada membrane putih pada septum nadi.
b.    Difteri tonsil dan faring : Panas tidak tinggi, nyeri telan ringan, mual, muntah, nafas berbau, dan Bullneck.
c.    Difteri laring dan trachea : Sesak nafas hebat, stridor inspirator, terdapat retraksi otot supra sternal dan epigastrium, laring tampak kemerahan, sembab, banyak secret, permukaan tertutup oleh pseudomembran.





D.  Riwayat kesehatan keluarga
Dimungkinkan ada keluarga/ lingkungan yang menderita penyakit Difteria.

E.  Riwayat imunisasi
Imunisasi DPT 1, 2, 3 pada usia 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan yang kurang memadai.

F.  ADL
a.       Nutrisi: kesulitan menelan, anoreksia, sakit tenggorokan.
b.      Eliminasi: terjadi konstipasi.
c.       Istirahat tidur: sukar tidur.
G.  Pemeriksaan
a. Pemeriksaan umum
o   Kesadaran : compos mentis sampai dengan coma
o   TD: turun
o   RR: cepat dan dangkal
o   Nadi: cepat
o   Suhu : peningkatan suhu tubuh
b. Pemeriksaan fisik
o   Wajah: sianosis
o   Hidung : terdapat secret berbau busuk sedikit bercampur darah, ada membran putih pada septum nasi
o   Mulut: bibir kering, mulut terbuka, ada membran putih pada tonsil dan faring

o   Leher:pembesaran getah bening pada leher, edema pada laring dan trachea (Bullneck), permukaan laring dan trachea tertutup oleh pseudomembran

c. Pemeriksaan penunjang
·         Laboratorium
a.       Bakteriologi: Hapusan tenggorokan di temukan kuman corinebakterium difteria
b.      Darah : Penurunan kadar HB dan leukosit polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit dan kadar albumin.
c.       Skin test :  Test kulit untuk menentukan status imunitas
G. Diagnosa keperawatan
1.      Bersihan jalan nafas tidak efektif
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
H. Aplikasi Nanda Nic Noc
Dx 1 : ketidakefektifan jalan nafas
Noc
-          Respiratory status : ventilation, airway suction
Kriteria hasil :
-          Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu
-          Menunjukkan jalan nafas yang paten
Nic
-          Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
-          Berikan o2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suction nasotrakeal
-          Gunakan alat yang steril untuk melakukan tindakan
-          Anjurkan pasien untuk istirahat dan nafas dalam setelah kateter dikeluarkan dari nasotrakeal.
Dx 2 : ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Noc
-          Nutritional status : food and fluid intake
-          Weight control
Nic
Nutrition management
-          Kaji adanya alergi makanan
-          Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
-          Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
-          Anjuekan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
-          Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi







BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil toksik (racun) Corynebacterium diphteriae. (Iwansain.2008).
Difteri adalah infeksi saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae dengan bentuk basil batang gram positif (Jauhari,nurudin. 2008).
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun Corynebacterium diphteriae. (Fuadi, Hasan. 2008).
Jadi kesimpulannya difteri adalah penyakit infeksi mendadak yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae.
4.2 Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat 5 sempurna.




















DAFTAR PUSTAKA
·         Santosa,Budi . 2005 – 2006. Diagnosa Keperawatan NANDA . Jakarta : Prima Medika.
·         Staf pengajar ilmu keperawatan anak. 1985. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : FKUI.
·         Suradi, SKp. 2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : PT Fajar Interpratama.
·         Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2. Ifomedika. Jakarta.
·         Richard E. Behrman, Robert M. Kliegman, Ann M. Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Vol 2. Ed. 15. EGC. Jakarta.
·         Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA (North American Nursing Diagnosis Association) NIC-NOC. 2013. Panduan Penyusunan Asuhan Keperawatan Profesional.  MediAction. Yogyakarta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar