Senin, 28 Maret 2016

ASKEP EMPIEMA

BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar belakang

Empiema merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus, yang terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang potensial, pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di Amerika. Setiap tahun angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4 juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia bekterial memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase yang besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya menderita pneumonia saja.
Terdapat 91 kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi bakteri parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada kelompok plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan penyebabnya, pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal atau bersamaan dengan TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonelaadalah bakteri yang paling sering ditemukan dari biakan darah.
Meskipun tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya terjadi dalam beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala. Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita bronkitis kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan yang ada pada keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai asuhan keperawatan empiema.
1.2 Tujuan umum
Memenuhi tugas  Student Center Learning Interactive Skill Station (SCL ISS) dari dosen pembimbing dan untuk mengetahui secara garis besar mengenai sistem pernapasan dan gangguan, serta asuhan keperawatannya.
1.3 Tujuan Khusus
1.      Meningkatkan pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar penyakit empiema.
2.      Meningkatkan pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita empiema.
3.      Memberikan gambaran asuhan keperawatan secara teoritis kepada klien yang menderita empiema









BAB II
TINJAUAN TEORIS
2.1 Definisi
EMPIEMA adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) di dalam rongga pleura bisa setempat maupun seluruh rongga pleura(Ngastiyah,1997)
EMPIEMA adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura(Diane C. Baughman,2000)
Empiema adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo, 1997)
EMPIEMA adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura yg dapat timbul sbg akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya
EMPIEMA adalah terkumpulnya cairan purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi  yang kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura. Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong (lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi (abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Jadi EMPIEMA adalah suatu keadaan dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah(pus) sbg akibat dari infeksi bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat komplikasi penyakit paru lain yg tidak terkontrol.
2.2 Etiologi
a.       Infeksi yang berasal dari dalam paru :
§  Pneumonia
§  Abses paru
§  TBC paru
§  Aktinomikosis paru
§  Fistel Bronko-Pleura
b.      Infeksi yang berasal dari luar paru :
§  Trauma Thoraks
§  Pembedahan thorak
§  Torasentesi pada pleura
§  Sufrenik abses
§  Amoebic liver abses

Penyebab lain dari empiema adalah :
1. Stapilococcus
Staphylococcus adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
2.  Pnemococcus
Pneumococcus adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
2.3 Patofisiologi
Akibat invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti pembentukan eksudat serosa.Dengan banyaknya sel PMN baik yang hidup maupun yang mati serta meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan kental.Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang melokalisasi nanah tersebut.Apabila nanah menembus bronkus, maka timbul fistel bronkopleural yang menembus dinding thorak dan keluar melalu kulit yang disebut empiema nessensiatis.Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan menjadi kronis.


2.4 Manifestasi klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium yaitu :
1.      Empiema Akut
Terjadi sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan, gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia, empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif seperti Ecoli atau Bakterioids sering kali menimbulkan empiema.
      2.      Empiema Kronis
Batas yang tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.


Tanda-tanda empiema :
1.      Demam dan keluar keringat malam.
2.      Nyeri pleura.
3.      Dispnea.
4.      Anoreksia dan penurunan berat badan.
5.      Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
6.      Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
7.      Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.
2.5 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala empiema secara umum adalah :
§  Demam
§  Keringat malam
§  Nyeri pleural
§  Dispnea
§  Anoreksia dan penurunan berat badan
§  Auskultasi dada, ditemukan penurunan suara napas
§  Perkusi dada, suara flatness
§  Palpasi , ditemukan penurunan fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
a.   Emphiema akut:
§  Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
§    Adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
§  Bila dibiarkan sampai beberapa minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger .
§  Nanah yang tidak segera dikeluarkan akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
§  Gejala adanya fistel ditandai dengan batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
b.    Emphiema kronis:
§  Disebut kronis karena lebih dari 3 bulan.
§  Badan lemah, kesehatan semakin menurun.
§  Pucat, clubbing finger.
§  Dada datar karena adanya tanda-tanda cairan pleura.
§  Terjadi fibrothorak trakea dan jantung tertarik kearah yang sakit.
§  Pemeriksaan radiologi menunjukkan cairan.

2.6  Pemeriksaan Diagnostik
1.      Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
Cairan pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada posisi posteroanterior atau lateral.
Dijumpai gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran posteroanterior.
Organ-organ mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
Air-fluid level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2.       Pemeriksaan pus
Aspirasi pleura akan menunjukan adanya pus  di dalam rongga  dada(pleura). Pus dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba. Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3.      Pemeriksaan ultrasonografi (USG) :
Pemeriksaan dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang terlokalisir.Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4.      Pemeriksaan CT scan :
-          Pemeriksaan CT scan dapat menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
-          Kadang dijumpai limfadenopati inflamatori intratoraks pada CT scan
 Sinarx     Mengidentifikasidistribusistuktural,menyatakanabsesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat menyebar atau terlokalisasi(bacterial).

GDA /nadi oksimetri.
Tidak normal mungkin terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Tes fungsi paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8.      Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan darah
Dapat diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.


9.      EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.
2.7 Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Torak, Diafragma, Pleura
Tulang dada atau sternum berfungsi melindungi paru-paru,jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar tulang dada terdiri atas 12 pasang tulang iga. Bagian dada pada daerah leher terdapat dua tulang tambahan yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid.otot scaleneus menaikkan tulang iga ke1 dan 2 pada saat inspirasi, sedangkan otot sternocleidomastoid mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius,dan pectoralis juga merupakan otot tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang iga terdapat otot interkostal eksternus yang menggerakkan tulang iga keatas dan kedepan sehingga akan menimbulkan meningkatnya diameter anteroposterior dindinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga dada. Diagfragma berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan syaraf digfragma (nervus prenicus) terdapat pada sususnan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga jika terjadi kecelakaan pada saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru-paru. Pleura ada 2 macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan rongga dada(lapisan luar paru-paru) dan pleura viscieral yang menutupi setiap paru-paru(lapisan dalam paru-paru). Diantara kedua pleura terdapat cairan pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan  mencegah perlekatan dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru





2.8  WOC EMPIEMA




Membentuk kantung yang melokalisasi nanah
 
 























  2.9  Penatalaksanaan
1.    Pengosongan Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
2.    Closed drainage – toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
a)      Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b)      Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c)      Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika setelah 3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema kronis.
3.    Drainase terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau membersihkan drain.
5.      Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis, maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic didasarkan  pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.

6.      Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
7.      Dekortikasi
Tindakan ini termasuk operasi besar, dengan indikasi :
a)      Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
b)      Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c)      Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7.    Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
8.    Pengobatan Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
1.      Pengobatan Tambahan
Perbaiki keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
Penanggulangan empiema tergantung dari fase empiema, yaitu :
1.            Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik terapi dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai pengembangan paru yang sempurna.
2.            Fase II (Fase Fibropurulen)
Pada fase ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka (reseksi iga/ “open window”) . Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II  ini VATS surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan/ atau dekortikasi.
3.            Fase III (Fase Organisasi)
Dilakukan intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau dilakukan obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan (Torakoplasti) dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema, dapat juga rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle plombage atau omental plombage).
2.10  Pemeriksaan penunjang
·         Foto dada
·         Torasentesis
2.11  Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat membutuhkan waktu lama.














BAB III
ASKEP TEORITIS
A.   Pengkajian
1.    Identitas
a)         Nama
b)        Umur ( Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun)
c)         Suku/ bangsa
d)        Agama
e)         Alamat
f)          Pendidikan
g)         Pekerjaan
2.    Riwayat kesehatan
a)         Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik
b)        Riwayat kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger.
c)         Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia), ,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
d)        Riwayat kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau Pneumococcus
e)         Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah,
f)          Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas tubuh.
3.    Pola fungsi kesehatan
a)         Pola aktivitas : dispnea pada saat beraktivitas
b)        Pola nutrisi : anoreksia
c)         Pola eliminasi : defekasi berkurang karena asupan nutrisi berkuran
d)        Pola istirahat : dispnea pada saat istirahat
e)         Pola keyakinan : ketaatan klien terhadap agama
f)          Pola seksual : penurunan libido
g)         Pola hubungan dan peran : hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung.
4.    Pemeriksaan fisik
§  Keadaan umum : demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB, dispnea, lemah.
§  Pemeriksaan TTVRR : >24 x/mnt,     Nadi : >100 x/mnt,       TD : >120/70 mmHg       Suhu : >36,5 oC
§  Pemeriksaan kepala dan leher : batuk produktif, pernafasan cuping hidung
§  Pemeriksaan dada : nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi dada ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan penurunan fremitus, auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas, funnel chest.
§  Pemeriksaan abdomen : peristaltic usus < 8 x/mnt
§  Pemeriksaan ekstremitas : clubbing finger
5.    Pemeriksaan penunjang
§  foto thorak
§  kultur darah
§  USG
§  Sampel sputum
§  Torakosenstesis
§  Pemeriksaan cairan Pleura
§  Hitung sel darah dan deferensiasi
§  Protein, LDH, glucose, dan pH
§  Kultur bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
B.   Diagnosa keperawatan
1.      Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveoli.
2.      Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi bakteri
3.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dispneu,
C. INTERVENSI
DIAGNOSA
NOC
NIC
1.            Dx : Gangguan pertukaran gas b.d kerusakan alveoli

·         Respiratori status: gas exchange
·         Respiratori status fentilation.
·         Vital sign status
Kriteria hasil:
·         Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigen yang adekuat.
·         Memelihara kebersihan paru-paru dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan.

Air way manajemen:
·         Posisiskan pasien untuk memaksimalkan fentilasi.
·         Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas.
·         Lakukan fisio terapi dada jika perlu
·         Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.

Respiratori monitoring
·         Monitor rata-rata, kedalaman, irama dan usaha respiratori
·         Catat pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan interkostal.

2.            `Dx : Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi bakteri

·         Ansieti
·         Vear leavel.
·         Sleep deprifetion.
·         Comfort, readines for ancancet.
Kriteria hasil.
·         Mampu mengontrol kecemasan.
·         Status lingkungan yang nyaman.
·         Mengontrol nyeri.
·         Kualitas tidur dan istirahat dan tidur yang adekuat.
·         Respon pengobatan status kenyamanan yang meningkat.
·         Suport sosial.

·         Anxiety.
·         Reduxion ( penurunan kecemasan )
·         Gunakan pendekatan yang menenangkan.
·         Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien.
·         Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut.

3.            Dx ; Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d dispneu, kelemahan, anoreksia.

1.      Nutritional status: food and fluid intake.
2.      Weight control.
Kriteria hasil:
·         Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
·         Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan.
·         Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
Nutrition manajemen.
·         Kaji adanya alergi makanan.
·         Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C.
·         Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
·         Kaji kemempuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

BAB IV
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Empiema adalah suatu penyakit yang menyerang sistem Respirasi, dimana Empiema adalah suatu gangguan pada paru-paru karena terkumpulnya pus/nanah pada rongga pleura, yang dapat megisi satu lokasi pleura maupun seluruh rongga pleura.
Penyebap empiema dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya  yaitu yang berasal dari paru-paru itu sendiri seperti Pneumonia dan abses paru, kemudian yang kedua berasal dari adanya infeksi dari luar, misalnya trauma dari tumor, dan pembedahan otak, yang terakhir berasal dari bakteri, misalnya Streptococcus pyogenes, bakteri gram negative, dan bakteri anaerob.
Penatalaksanaan Empiem dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat juga dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan Empiema dan konsep Empiema itu sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya.
3.2   Saran
Kepada tim kesehatan, terutam perawat diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini penyakit yang menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk diketahui dan dilakukan oleh perawat professional.
DAFTAR PUSTAKA
·         Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernfasan. Jakarta : Salemba Medika.
·         Dr. Ikawati, Zullies,Apt. 2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan. Yogyakarta : Pustaka Adipura.
·         Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
·         Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
·         Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika


Tidak ada komentar:

Posting Komentar