BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar
belakang
Empiema
merupakan komplikasi yang paling sering dari pneumonia pneumokokus, yang
terjadi sekitar 2 % dari semua kasus. Meskipun telah ada antibiotik yang
potensial, pneumonia bakterial masih menyebabkan morbiditas dan mortalitas di
Amerika. Setiap tahun angka kejadian pneumonia bakterial diperkirakan sekitar 4
juta dengan rata-rata 20 % membutuhkan perawatan di rumah sakit. Karena
sebanyak 40 % penderita yang dirawat di rumah sakit dengan pneumonia bekterial
memiliki efusi pleura. Efusi terjadi akibat pneumonia merupakan persentase yang
besar dari efusi pleura. Angka morbiditas dan mortalitas pada penderita
pneumonia yang disertai efusi pleura lebih tinggi daripada penderita yang hanya
menderita pneumonia saja.
Terdapat 91
kematian di rumah sakit di Indonesia, penyebab utamanya adalah infeksi bakteri
parah (49,5%), diare (13,2%), dan kurang gizi (7,7%). Pneumonia atau empiema
sebanyak 29 kematian di rumah sakit pada kelompok kotri dan 39 persen pada
kelompok plasebo. Apabila penerimaan di rumah sakit dipertimbangkan berdasarkan
penyebabnya, pneumonia/empiema adalah yang paling utama, baik secara tunggal
atau bersamaan dengan TB, malaria, dan kurang gizi. Bakteri Staphylococcus
aureus dan Salmonelaadalah bakteri yang paling sering
ditemukan dari biakan darah.
Meskipun
tidak diketahui kapan sebenarnya emfiema dimulai, namun tampaknya terjadi dalam
beberapa tahun antara perubahan patofisiologi awal dan onset timbulnya gejala.
Karena secara klinik tidak mungkin untuk menentukan apakah pasien menderita
bronkitis kronis atau emfiema, dan pasien biasanya memiliki beberapa keadaan
yang ada pada keduanya, kriterianya akan ditampilkan pada pembahasan mengenai
asuhan keperawatan empiema.
1.2 Tujuan umum
Memenuhi
tugas Student Center Learning Interactive Skill Station (SCL ISS) dari
dosen pembimbing dan untuk mengetahui secara garis besar mengenai sistem
pernapasan dan gangguan, serta asuhan keperawatannya.
1.3 Tujuan
Khusus
1. Meningkatkan
pengetahuan dan wawasan tentang konsep dasar penyakit empiema.
2. Meningkatkan
pengetahuan mengenai etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi,
pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan yang harus dilakukan pada penderita
empiema.
3. Memberikan
gambaran asuhan keperawatan secara teoritis kepada klien yang menderita empiema
BAB II
TINJAUAN
TEORIS
2.1 Definisi
EMPIEMA
adalah keadaan terkumpulnya nanah (pus) di dalam rongga pleura bisa setempat
maupun seluruh rongga pleura(Ngastiyah,1997)
EMPIEMA
adalah penumpukan cairan terinfeksi (pus) pada kavitas pleura(Diane C.
Baughman,2000)
Empiema
adalah penumpukan materi purulen pada areal pleural (Hudak & Gallo, 1997)
EMPIEMA
adalah kondisi dimana terdapatnya udara dan nanah dalam rongga pleura yg dapat
timbul sbg akibat traumatik maupun proses penyakit lainnya
EMPIEMA adalah terkumpulnya cairan
purulen (pus) di dalam rongga pleura. Awalnya rongga pleura adalah cairan encer
dengan jumlah leukosit rendah, tetapi sering kali berlanjut menjadi yang
kental. Hal ini dapat terjadi jika abses paru-paru meluas sampai rongga pleura.
Empiema juga di artikan,akumulasi pus diantara paru dan membran yang
menyelimutinya (ruang pleura) yang dapat terjadi bilamana suatu paru
terinfeksi. Pus ini berisi sel sel darah putih yang berperan untuk melawan agen
infeksi (sel sel polimorfonuklear) dan juga berisi protein darah yang berperan
dalam pembekuan (fibrin). ). Ketika pus terkumpul dalam ruang pleura maka
terjadi peningkatan tekanan pada paru sehingga pernapasan menjadi sulit dan
terasa nyeri. Seiring dengan berlanjutnya perjalanan penyakit maka
fibrin-fibrin tersebut akan memisahkan pleura menjadi kantong kantong
(lokulasi). Pembentukan jaringan parut dapat membuat sebagian paru tertarik dan
akhirnya mengakibatkan kerusakan yang permanen. Empiema biasanya merupakan komplikasi
dari infeksi paru (pneumonia) atau kantong kantong pus yang terlokalisasi
(abses) dalam paru. Meskipun empiema sering kali merupakan dari infeksi
pulmonal, tetapi dapat juga terjadi jika pengobatan yang terlambat.
Jadi EMPIEMA adalah suatu keadaan
dimana di dalam rongga pleura terdapat nanah(pus) sbg akibat dari infeksi
bakteri akut, akibat traumatik dari luar atau akibat komplikasi penyakit paru
lain yg tidak terkontrol.
2.2 Etiologi
a.
Infeksi yang berasal dari dalam paru :
§
Abses paru
§
TBC paru
§
Aktinomikosis paru
§
Fistel Bronko-Pleura
b.
Infeksi yang berasal dari luar paru :
§
Trauma Thoraks
§
Pembedahan thorak
§
Torasentesi pada pleura
§
Sufrenik abses
§
Amoebic liver abses
Penyebab lain dari empiema adalah :
1. Stapilococcus
Staphylococcus
adalah kelompok dari bakteri-bakteri, secara akrab dikenal sebagai Staph, yang
dapat menyebabkan banyak penyakit-penyakit sebagai akibat dari infeksi beragam
jaringan-jaringan tubuh. Bakteri-bakteri Staph dapat menyebabkan penyakit tidak
hanya secara langsung oleh infeksi (seperti pada kulit), namun juga secara
tidak langsung dengan menghasilkan racun-racun yang bertanggung jawab untuk
keracunan makanan dan toxic shock syndrome. Penyakit yang
berhubungan dengan Staph dapat mencakup dari ringan dan tidak memerlukan
perawatan sampai berat/parah dan berpotensi fatal.
2. Pnemococcus
Pneumococcus
adalah salah satu jenis bakteri yang dapat menyebabkan infeksi serius seperti
radang paru-paru (pneumonia),meningitis (radang selaput otak) dan
infeksi darah (sepsis).Sebenarnya ada sekitar 90 jenis kuman
pneumokokus, tetapi hanya sedikit yang bisa menyebabkan penyakit gawat. Bentuk
kumannya bulat-bulat dan memiliki bungkus atau kapsul. Bungkus inilah yang
menentukan apakah si kuman akan berbahaya atau tidak.
2.3 Patofisiologi
Akibat
invasi basil piogenik ke pleura, maka akan timbul peradangan akut yang diikuti
pembentukan eksudat serosa.Dengan banyaknya sel PMN baik yang hidup maupun yang
mati serta meningkatnya kadar protein, maka cairan menjadi keruh dan
kental.Adanya endapan-endapan fibrin akan membentuk kantong-kantong yang
melokalisasi nanah tersebut.Apabila nanah menembus bronkus, maka timbul fistel
bronkopleural yang menembus dinding thorak dan keluar melalu kulit yang disebut
empiema nessensiatis.Stadium ini masih disebut empiema akut yang lama kelamaan
menjadi kronis.
2.4 Manifestasi
klinis
Empiema dibagi menjadi dua stadium
yaitu :
1. Empiema Akut
Terjadi
sekunder akibat infeksi tempat lain, bukan primer dari pleura. Pada permulaan,
gejala-gejalanya mirip dengan pneumonia, yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada
pleuritik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam
rongga pleura. Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan
timbul toksemia, anemia, dan clubbing finger. Jika nanah tidak segera
dikeluarkan akan timbul fistel bronkopleura. Adanya fistel ditandai dengan
batuk yang makin produktif, bercampur nanah dan darah masif, serta
kadang-kadang bisa timbul sufokasi (mati lemas).
Pada kasus
empiema karena pneumotoraks pneumonia, timbulnya cairan adalah setelah keadaan
pneumonianya membaik. Sebaliknya pada Streptococcus pneumonia,
empiema timbul sewaktu masih akut. Pneumonia karena baksil gram negatif
seperti E. coli atau Bakterioids sering kali
menimbulkan empiema.
2. Empiema Kronis
Batas yang
tegas antara empiema akut dan kronis sukar ditentukan. Disebut kronis jika
empiema berlangsung selama lebih dari tiga bulan. Penderita mengeluh badannya
terasa lemas, kesehatan makin menurun, pucat, clubbing fingers, dada datar, dan
adanya tanda-tanda cairan pleura. Bila terjadi fibrotoraks, trakea , dan
jantung akan tertarik ke sisi yang sakit.
Tanda-tanda empiema :
1.
Demam dan keluar keringat malam.
2.
Nyeri pleura.
3.
Dispnea.
4.
Anoreksia dan penurunan berat badan.
5.
Pada auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas.
6.
Pada perkusi dada ditemukan suara flatness.
7.
Pada palpasi ditemukan penurunan fremitus.
2.5 Tanda
dan Gejala
Tanda dan gejala empiema secara umum
adalah :
§
Demam
§
Keringat malam
§
Nyeri pleural
§
Dispnea
§
Anoreksia dan penurunan berat badan
§
Auskultasi dada, ditemukan penurunan
suara napas
§
Perkusi dada, suara flatness
§
Palpasi , ditemukan penurunan
fremitus
Tanda gejala empiema berdasarkan
klasifikasi empiema akut dan empiema kronis
a. Emphiema akut:
§
Panas tinggi dan nyeri pleuritik.
§
Adanya tanda-tanda cairan
dalam rongga pleura.
§
Bila dibiarkan sampai beberapa
minggu akan menimbulkan toksemia, anemia, dan clubbing finger .
§
Nanah yang tidak segera dikeluarkan
akan menimbulkan fistel bronco-pleural.
§
Gejala adanya fistel ditandai dengan
batuk produktif bercampur dengan darah dan nanah banyak sekali.
b. Emphiema
kronis:
§
Disebut kronis karena lebih dari 3
bulan.
§
Badan lemah, kesehatan semakin
menurun.
§
Pucat, clubbing finger.
§
Dada datar karena adanya tanda-tanda
cairan pleura.
§
Terjadi fibrothorak trakea dan
jantung tertarik kearah yang sakit.
§
Pemeriksaan radiologi menunjukkan
cairan.
2.6 Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Radiologi
Foto thoraks
PA dan lateral didapatkan gambaran opacity yang menunjukan adanya cairan dengan
atau tanpa kelaina paru. Bila terjadi fibrothoraks , trakhea di mediastinum
tertarik ke sisi yang sakit dan juga tampak adanya penebalan.
Cairan
pleura bebas dapat terlihat sebagai gambaran tumpul di sudut kostofrenikus pada
posisi posteroanterior atau lateral.
Dijumpai
gambaran yang homogen pada daerah posterolateral dengan gambaran opak yang
konveks pada bagian anterior yang disebut dengan D-shaped shadow yang mungkin
disebabkan oleh obliterasi sudut kostofrenikus ipsilateral pada gambaran
posteroanterior.
Organ-organ
mediastinum terlihat terdorong ke sisi yang berlawanan dengan efusi.
Air-fluid
level dapat dijumpai jika disertai dengan pneumotoraks, fistula bronkopleural.
2. Pemeriksaan pus
Aspirasi
pleura akan menunjukan adanya pus di dalam rongga dada(pleura). Pus
dipakai sebagai bahan pemeriksaan sitologi , bakteriologi, jamur dan amoeba.
Untuk selanjutnya, dilakukan jkultur (pembiakan) terhadap kepekaan antobiotik.
3.
Pemeriksaan
ultrasonografi (USG) :
Pemeriksaan
dapat menunjukkan adanya septa atau sekat pada suatu empiema yang
terlokalisir.Pemeriksaan ini juga dapat membantu untuk menentukan letak empiema
yang perlu dilakukan aspirasi atau pemasangan pipa drain.
4.
Pemeriksaan
CT scan :
-
Pemeriksaan CT scan dapat
menunjukkan adanya suatu penebalan dari pleura.
-
Kadang dijumpai limfadenopati
inflamatori intratoraks pada CT scan
Sinarx
Mengidentifikasidistribusistuktural,menyatakanabsesluas/infiltrate,empiema(strafilokokus).infiltrat
menyebar atau terlokalisasi(bacterial).
GDA /nadi
oksimetri.
Tidak normal mungkin
terjadi,tergantung pada luas paru yang terlibat dan penyakit paru yang ada.
Tes fungsi
paru.
Dilakukan untuk menentukan penyebab
dipsnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau
restriksi,untuk memperkirakan derajat disfungsi.
8. Pemeriksaan Gram/kultur sputum dan
darah
Dapat
diambil dengan biopsy jarum,aspirasi transtrakeal,bronkoskopi fiberoptik atau
biopsy pembukaan paru untuk mengatasi organisme penyebab.Lebih dari
satu tipe organisme ada: bakteri yang umum meliputi diplokokus
pneumonia,strafilokokus aureus,A-hemolitik streptokokus,haemophilus
influenza:CMV.Catatan: kultur sputum dapat tak mengidentifikasi semua organisme
yang ada,kultur darah dapat menunjukkan bakterimia sementara.
9.
EKG latihan,tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat
disfungsi paru perencanaan/evaluasi program latihan.
2.7 Anatomi Fisiologi
Paru-paru terletak di dalam
rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di
bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3
lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2
lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput
bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura
visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).
Antara selaput luar dan
selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai
pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara
eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat
lain.
Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus,
jaringan elastik, dan pembuluh darah. Paru-paru berstruktur seperti spon yang
elastis dengan daerah permukaan dalam yang sangat lebar untuk pertukaran gas.
Torak, Diafragma, Pleura
Tulang dada atau sternum berfungsi melindungi
paru-paru,jantung, dan pembuluh darah besar. Bagian luar tulang dada terdiri
atas 12 pasang tulang iga. Bagian dada pada daerah leher terdapat dua tulang
tambahan yaitu otot scaleneus dan sternocleidomastoid.otot scaleneus menaikkan
tulang iga ke1 dan 2 pada saat inspirasi, sedangkan otot sternocleidomastoid
mengangkat sternum. Otot parasternal, trapezius,dan pectoralis juga merupakan
otot tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan kerja nafas. Diantara tulang
iga terdapat otot interkostal eksternus yang menggerakkan tulang iga keatas dan
kedepan sehingga akan menimbulkan meningkatnya diameter anteroposterior
dindinding dada.
Diagfragma terletak dibawah rongga dada. Diagfragma
berbentuk seperti kubah pada keadaan relaksasi. Pengaturan syaraf digfragma
(nervus prenicus) terdapat pada sususnan saraf spinal pada tingkat C3, sehingga
jika terjadi kecelakaan pada saraf C3 akan menyebabkan gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti
paru-paru. Pleura ada 2 macam yaitu pleura parietal yang bersinggungan dengan
rongga dada(lapisan luar paru-paru) dan pleura viscieral yang menutupi setiap
paru-paru(lapisan dalam paru-paru). Diantara kedua pleura terdapat cairan
pleura seperti selaput tipis yang memungkinkan kedua permukaan tersebut
bergesekan satu sama lain selama respirasi, dan mencegah perlekatan
dada dengan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah daripada
tekanan atmosfer sehingga mencegah kolaps paru-paru
2.8 WOC EMPIEMA
|
2.9 Penatalaksanaan
1. Pengosongan
Nanah
Prinsip ini seperti umumnya yang
dilakukan pada abses, untuk mencegah efek toksisnya.
2. Closed drainage
– toracostomy water sealed drainage dengan indikasi :
a)
Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
b)
Nanah terus terbentuk setelah dua minggu
c)
Terjadinya piopneumotoraks
Upaya WSD
juga dapat dibantu dengan pengisapan negative sebesar 10-20 cmH2O. Jika setelah
3-4 minggu tidak ada kemajuan, harus ditempuh cara lain seperti pada empiema
kronis.
3. Drainase
terbuka (open drainage)
Karena menggunakan kateter karet
yang besar, maka perlu disertai juga dengan reseksi tulang iga. Open drainage
ini dikerjakan pada empiema kronis, hal ini bisa terjadi akibat pengobatan yang
terlambat atau tidak adekuat misalnya aspirasi yang terlambat atau tidak
adekuat, drainase tidak adekuat sehingga harus seing mengganti atau
membersihkan drain.
5.
Antibiotic
Mengingat kematian sebagai akibat utama dari sepsis,
maka antibiotic memegang peranan penting. Antibiotic harus segera diberikan
begitu diagnosis ditegakkan dan dosisnya harus tepat. Pemilihan antibiotic
didasarkan pada hasil pengecatan gram dan apusan nanah. Pengobatan
selanjutnya tergantung pada hasil kultur dan sensitivitasnya. Antibiotic dapat
diberikan secara sistematik atau tropical. Biasanya diberikan penisilin.
6.
Penutupan Rongga Empiema
Pada empiema menahun sering kali rongga empiema tidak
menutup karena penebalan dan kekakuan pleura. Pada keadaan demikian dilkukan
pembedahan (dekortikasi) atau torakoplasti.
7.
Dekortikasi
Tindakan ini
termasuk operasi besar, dengan indikasi :
a)
Drain tidak berjalan baik karena banyak kantung-kantung.
b)
Letak empiema sukar dicapai oleh drain.
c)
Empiema totalis yang mengalami organisasi pada pleura visceralis.
7. Torakoplasti
Jika empiema tidak mau sembuh karena
adanya fistel bronkopleura atau tidak mungkin dilakukan dekortikasi. Pada
pembedahan ini, segmen dari tulang iga dipotong subperiosteal, dengan demikian
dinding toraks jatuh ke dalam rongga pleura karena tekanan atmosfer.
8. Pengobatan
Kausal
Misalnya subfrenik abses dengan
drainase subdiafragmatika, terapi spesifik pada amoeboiasis, dan sebagainya.
1.
Pengobatan Tambahan
Perbaiki
keadaan umum lalu fisioterapi untuk membebaskan jalan napas.
Penanggulangan empiema tergantung
dari fase empiema, yaitu :
1.
Fase I (Fase Eksudat)
Dilakukan
drainase tertutup (WSD) dan dengan WSD dapat dicapai tujuan diagnostik terapi
dan prevensi, diharapkan dengan pengeluaran cairan tersebut dapat dicapai
pengembangan paru yang sempurna.
2.
Fase II (Fase Fibropurulen)
Pada fase
ini penanggulangan harus lebih agresif lagi yaitu dilakukan drainase terbuka
(reseksi iga/ “open window”) . Dengan cara ini nanah yang ada dapat dikeluarkan
dan perawatan luka dapat dipertahankan. Drainase terbuka juga bertujuan untuk
menunggu keadaan pasien lebih baik dan proses infeksi lebih tenang sehingga
intervensi bedah yang lebih besar dapat dilakukan. Pada fase II ini VATS
surgery sangat bermanfaat, dengan cara ini dapat dilakukan empiemektomi dan/
atau dekortikasi.
3.
Fase III (Fase Organisasi)
Dilakukan
intervensi bedah berupa dekortikasi agar paru bebas mengembang atau dilakukan
obliterasi rongga empiema dengan cara dinding dada dikolapskan (Torakoplasti)
dengan mengangkat iga-iga sesuai dengan besarnya rongga empiema, dapat juga
rongga empiema disumpel dengan periosteum tulang iga bagian dalam dan otot
interkostans (air plombage), dan disumpel dengan otot atau omentum (muscle
plombage atau omental plombage).
2.10 Pemeriksaan penunjang
·
Foto dada
·
Torasentesis
2.11 Komplikasi
Kemungkinan komplikasi yang terjadi
adalah pengentalan pada pleura. Jika inflamasi telah berlangsung lama, eksudat
dapat terjadi di atas paru yang menganggu ekspansi normal paru. Dalam keadaan
ini diperlukan pembuangan eksudat melalui tindakan bedah (dekortasi). Selang
drainase dibiarkan ditempatnya sampai pus yang mengisi ruang pleural dipantau
melalui rontgen dada dan pasien harus diberitahu bahwa pengobatan ini dapat
membutuhkan waktu lama.
BAB III
ASKEP
TEORITIS
A. Pengkajian
1. Identitas
a)
Nama
b)
Umur ( Terjadi pada segala umur, sering pada anak umur 2-9 tahun)
c)
Suku/ bangsa
d)
Agama
e)
Alamat
f)
Pendidikan
g)
Pekerjaan
2. Riwayat
kesehatan
a)
Keluhan utama : nyeri pada dada pleuritik
b) Riwayat
kesehatan sekarang : yaitu panas tinggi dan nyeri pada dada pleuritik. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan adanya tanda-tanda cairan dalam rongga pleura.
Bila stadium ini dibiarkan sampai beberapa minggu maka akan timbul toksemia,
anemia, dan clubbing finger.
c)
Riwayat kesehatan masa lalu : pernah mengalami radang paru-paru (pneumonia),
,meningitis (radang selaput otak) dan infeksi darah (sepsis).
d) Riwayat
kesehatan keluarga : pernah terinfeksi bakteri Staphylococcus atau Pneumococcus
e)
Riwayat lingkungan : rumah yang kumuh, kotor, dekat dengan sampah,
f)
Riwayat psikososial : stres psikologik sehingga menurunkan imunitas tubuh.
3. Pola fungsi
kesehatan
a)
Pola aktivitas : dispnea pada saat beraktivitas
b) Pola
nutrisi : anoreksia
c)
Pola eliminasi : defekasi berkurang karena asupan nutrisi berkuran
d) Pola
istirahat : dispnea pada saat istirahat
e)
Pola keyakinan : ketaatan klien terhadap agama
f)
Pola seksual : penurunan libido
g)
Pola hubungan dan peran : hubungan ketergantungan, kurang sistem pendukung.
4. Pemeriksaan
fisik
§ Keadaan umum
: demam, berkeringat, pucat, compos mentis, ketakutan, gelisah, penurunan BB,
dispnea, lemah.
§ Pemeriksaan
TTVRR : >24 x/mnt, Nadi : >100
x/mnt, TD : >120/70
mmHg Suhu : >36,5 oC
§ Pemeriksaan
kepala dan leher : batuk produktif, pernafasan cuping hidung
§ Pemeriksaan
dada : nyeri pleuritik, penggunaan otot bantu pernafasan, perkusi dada
ditemukan suara flatness, palpasi ditemukan penurunan fremitus,
auskultasi dada ditemukan penurunan suara napas, funnel chest.
§ Pemeriksaan
abdomen : peristaltic usus < 8 x/mnt
§ Pemeriksaan
ekstremitas : clubbing finger
5. Pemeriksaan
penunjang
§ foto thorak
§ kultur darah
§ USG
§ Sampel
sputum
§ Torakosenstesis
§ Pemeriksaan
cairan Pleura
§ Hitung sel
darah dan deferensiasi
§ Protein,
LDH, glucose, dan pH
§ Kultur
bakteri aerob dan an aerob, mikobakteri, fungi dan mikoplasma
B. Diagnosa
keperawatan
1.
Gangguan pertukaran gas b.d
kerusakan alveoli.
2.
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d
infeksi bakteri
3.
Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d dispneu,
C.
INTERVENSI
DIAGNOSA
|
NOC
|
NIC
|
1.
Dx : Gangguan pertukaran gas b.d
kerusakan alveoli
|
·
Respiratori status: gas exchange
·
Respiratori status fentilation.
·
Vital sign status
Kriteria
hasil:
·
Mendemonstrasikan peningkatan
ventilasi dan oksigen yang adekuat.
·
Memelihara kebersihan paru-paru
dan bebas dari tanda-tanda distres pernafasan.
|
Air way
manajemen:
·
Posisiskan pasien untuk
memaksimalkan fentilasi.
·
Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas.
·
Lakukan fisio terapi dada jika
perlu
·
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan.
Respiratori
monitoring
·
Monitor rata-rata, kedalaman,
irama dan usaha respiratori
·
Catat pergerakan dada, amati
kesimetrisan, penggunaan otot tambahan, retraksi otot supraclavicular dan
interkostal.
|
2.
`Dx :
Gangguan rasa nyaman nyeri b.d infeksi bakteri
|
·
Ansieti
·
Vear leavel.
·
Sleep deprifetion.
·
Comfort, readines for ancancet.
Kriteria
hasil.
·
Mampu mengontrol kecemasan.
·
Status lingkungan yang nyaman.
·
Mengontrol nyeri.
·
Kualitas tidur dan istirahat dan
tidur yang adekuat.
·
Respon pengobatan status
kenyamanan yang meningkat.
·
Suport sosial.
|
·
Anxiety.
·
Reduxion ( penurunan kecemasan )
·
Gunakan pendekatan yang
menenangkan.
·
Nyatakan dengan jelas harapan
terhadap pelaku pasien.
·
Temani pasien untuk memberikan
keamanan dan mengurangi takut.
|
3.
Dx ; Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d dispneu, kelemahan, anoreksia.
|
1.
Nutritional status: food and fluid
intake.
2.
Weight control.
Kriteria
hasil:
·
Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan.
·
Berat badan ideal sesuai dengan
tinggi badan.
·
Mampu mengidentifikasi kebutuhan
nutrisi.
Tidak ada tanda-tanda mal nutrisi
|
Nutrition
manajemen.
·
Kaji adanya alergi makanan.
·
Anjurkan pasien untuk meningkatkan
protein dan vitamin C.
·
Yakinkan diet yang dimakan
mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
·
Kaji kemempuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.
|
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Empiema adalah suatu penyakit yang
menyerang sistem Respirasi, dimana Empiema adalah suatu gangguan pada paru-paru
karena terkumpulnya pus/nanah pada rongga pleura, yang dapat megisi satu lokasi
pleura maupun seluruh rongga pleura.
Penyebap empiema
dibagi menjadi 3 berdasarkan asalnya yaitu yang berasal dari paru-paru
itu sendiri seperti Pneumonia dan abses paru, kemudian yang kedua berasal dari
adanya infeksi dari luar, misalnya trauma dari tumor, dan pembedahan otak, yang
terakhir berasal dari bakteri, misalnya Streptococcus pyogenes, bakteri
gram negative, dan bakteri anaerob.
Penatalaksanaan
Empiem dapat berupa intervensi keperawatan maupun medis. Selain itu dapat juga
dari kolaborasai dengan tim kesehatan yang lainnya.
Mengetahui konsep asuhan keperawatan
Empiema dan konsep Empiema itu sendiri sangat penting untuk mengetahui tindakan
apa yang sebaiknya dilakukan baik oleh perawat maupun tim kesehatn lainya.
3.2 Saran
Kepada tim kesehatan, terutam
perawat diharpakan untuk lebih mencermati keadaan pasien sebeluh dan sesudah
melakukan tindakan. Kesalahan kecil, dapat berimbas kepada kesalahan-kesalahan
yang lain.
Memperluas wawasan mengenai konsep
asuhan keperawatan yang tepat terhadap berbagai penyakit, dalam hal ini
penyakit yang menyerang sistem Respirasi, menjadi hal yang wajib untuk
diketahui dan dilakukan oleh perawat professional.
DAFTAR
PUSTAKA
·
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernfasan.
Jakarta : Salemba Medika.
·
Dr. Ikawati, Zullies,Apt.
2009. Farmakoterapi Penyakit Sistem pernfasan. Yogyakarta :
Pustaka Adipura.
·
Somantri, Irman.2008.Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Gangguan Sistem Pernafasan.Jakarta:Salemba Medika.
·
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
·
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar